Kamis, 05 Agustus 2010

REDENOMINASI MATA UANG RUPIAH, SEKARANG SAJA

REDENOMINASI RUPIAH mengingatkan kita ketika menyusun agenda reformasi di Bandung sebagai garis besar pelaksanaan reformasi yang disampaikan ke Bina Graha dan diserahkan kepada Presiden B.J. Habibie ketika itu. Selain meeformasi bidang pertanahan, pertahanan dan keamanan, luar negeri, otonomi daeah juga bidang ekonomi yang salah satunya memperkuat mata uang uang rupiah sebagai alat tukar kebanggaan nasional.


Darmin Nasution kini menjadi Gubernur Bank Indonesia, tak berapa lama kemudian ia mengelar konprensi pers dan mengutarakan maksud BI berdasarkan kajian yang telah lama dilakukan untuk redenominasi rupiah atau menyederhanakan nilai nominal yang tertera di alat tukar (mata uang) rupiah. Pernyataannya langsung mendapat pro dan kontra dari berbagai kalangan baik pelaku usaha terutama pemain pasar modal dan uang, kalangan bankir, dan masyarakat awam.


Kehebohan redominasi sampai menjadi berita di berbagai media massa cetak dan elektronik termasuk on line. Metro TV dengan serius mewawancarai berbagai kalangan dan dengan nada sedikit kritis menyoroti kebijakan redenominasi yang menurut salah seorang nara sumber yang diputar secara berulang-ulang pada siaran stasiun tv berita pelaksanaan redominasi rupiah susah dilaksanakan. Demikian pula, sebuah stasiun tv sampai mewawancarai pedagang di Pasar untuk menanyai pengertian masayarat akan arti istilah (terminologi) ‘redenominasi’ pada berita malam pukul 00.00 WIB, 5/8/2010.


Tapi baiklah, redominasi bukanlah hal yang sulit untuk dilaksanakan. Selain itu, sebenarnya redominasi rupiah seharusnya telah dilakukan pada saat Indonesia mengalami kelemahan pada nilai tukar yang sangat terasa ketika itu adalah pada saat di awal-awal reformasi pada tahun 1998 sehingga redenominasi rupiah bisa dilakukan paa tahun 2000. Namun, sebagai gagasan yang baik tentu tidak terlambat untuk melakukannya sekarang.


Tapi sayang ide cemerlang yang dilontarkan oleh Darmin Nasution tak bersambut baik, baik Wakil Presiden Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo langsung meng-cut dengan menyatakan belum dijadikan agenda pemerintahan, belum ada pembahasan, baru wacana BI, perlu di kaji ulang, dan lain sebagainya. Sikap tak responsif selalu saja menjadi watak pemerintahan rejim sekarang, lamban meespon dan tidak inovatif cenderung depensif dan tak mau amblil resiko atau tersinggung karena gubernur BI tidak ngomong-ngomong dulu kepada pemerintah.


Sebenarnya, redenominasi rupiah adalah mengurangi nilai nominal rupiah yang terlalu banyak sesuai pernyataan Darmin perbandingan nantinya untuk Rp. 1.000,- akan sama dengan Rp. 1,- dengan demikian maka jika anda memiliki uang Rp. 100.000,- maka nantinya setara dengan mata uang Rp. 100,- atau jika uang anda Rp. 100,- setara dengan Rp. 10 sen. Sebuah kebijakan yang tepat dan sangat baik. Jika demikian maka nantinya US Dollar 1 setara dengan Rp. 9,-.


Kebijakan ini bukan saja mensederhanakan nilai nominal yang tertera di mata uang tapi efek psikologis yang luar biasa bagi penguatan ekonomi nasional yang dapat kita lihat nantinya pada kurs dengan mata uang asing lainnya juga akan mengalami perubahan. Singkatnya mata uang rupiah akan menjadi kuat dan kalaupun terus mengalami pemerosotan nilai tukar terhadap mata uang asing maka nilainya tidak akan anjlok sampai ribuan rupiah untuk waktu yang cepat. Selain itu, tentunya akan menghemat dari pemborosan dengan pembuatan dan pencetakan mata uang rupiah yang secara fakta di masyarakat tidak laku seperti pecahan Rp. 25,-; Rp. 50,-; Rp. 100,- dan mungkin Rp. 200,- yang sudah jarang digunakan.


Pengalaman negara lain yang berhasil adalah Turki, nilai mata uang Lira Turki pada tahun 2000 berbanding sekitar 1.600.000,- Lira terhadap US Dollar 1,- namun setelah redominasi untuk US $ 1 hanya setara dengan YTL 1,6,- (Yeni Turk Lira=Lira Baru Turki). Untuk melakukan redenominasi Rpepublik Turki Cuma butuh hampir 3 tahun atau sejak tahun 2005 hingga 2008 sejak partai Erdogan berkuasa, AKP. Sebelumnya, harga sebuah es krim di Turki sampai dengan 8.000.000 Lira, anda bisa bayangkan? Padahal mungkin cuma sekitar 5-6 US $. Bayangkan pula bila membeli mobil mungkin angka nol sudah bersusun 10-12 dibelakang pembilangnya. Keberhasilan Turki ini menjadi inspirasi diberbagai negara salah satunya Rumania dan mungkin juga Indonesia.



Namun, Indonesia dengan kepemimpinan dewasa ini yang takut salah, tidak tegas dan terlalu lamban dalam membuat kebijakan alias kurang berani membutuhkan 10 tahun untuk merealisasikannya. Jadi belum tentu sekarang kita punya mata uang kuat seperti bangsa lain, Malaysia, Siangapura atau Thailand. Sebenarnya, kebijakan redenominasi tidak juga perlu diambil apabila secara kawasan ASEAN memiliki mata uang bersama atau kita memakai mata uang negara lain, jadi tinggal menukarkan saja.



Akan halnya keguncangan di masyarakat, benarkah? Dewasa ini dengan peran industri perbankan yang telah masuk keseluruh pelosok negeri (kecamatan) maka dengan cepat redenominasi bisa terlaksana. Jika Turki butuh waktu 3 tahun mungkin kita bisa optimis dapat melakukannya dengan lebih cepat. Pranata pembayaran gaji bagi PNS dapat digunakan untuk melakukan redenominasi dengan membayarkan gaji mereka sesuai kebijakan baru itu, selanjutnya perbankan dengan cepat melakukan itu selanjutnya. Selain itu, skema optimisme ini bukanlah hal yang mengada-ada, banyak dri masyarakat kita terbiasa dengan melakukan tukar-menukar mata uang semisal untuk haji atau TKI yang selalu menukar mata uang asing ke mata uang domestik demikian sebaliknya. Jadi sebenarnya tidak susah.


Kendalanya mungkin adalah karena mata uang yang ditukar itu nantinya sama maka perlu diingatkan mana mata uang pengganti. Dalam kasus Turki untuk tidak membingungkan tukar-menukar mereka membuat istilah Yeni Turk Lira (Lira Baru) sehingga seolah-olah sama dengan menukar mata uang domestik dengan mata uang asing. Dalam kasus Indonesia maka penting untuk membedakannya agar tidak terjadi spekulasi misalkan Rupiah yang nantinya diterbitkan bernama Rupiah Baru dengan perbandingan nilai x atau dengan menggunakan mata uang sementara untuk menarik mata uang lama dan sesudahnya mencetak mata uang rupiah namun dengan nilai yang baru.




Jika demikian, bayangan atau dugaan bahwa kepanikan dan keruwetan yang akan timbul jika terjadi redenominasi rupiah yang sering ditampilkan oleh media massa sebenarnya bisa dipahami dengan cara sederhana. Tentunya dengan syarat tidak melakukan judgement yang buruk atas segala yang datang dari lembaga negara atau pemerintah. Selama itu patut untuk di kritik ya kritiklah tapi jika kebijakan itu baik maka jadikanlah sebagai momentum untuk merubah nasib bangsa menjadi lebih baik tapi tetap menjadi penjaga demokrasi.


Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar