Senin, 23 Februari 2009

Terkenang:Tempo Gugat Balik Riau Andalan Pulp and Paper

Setelah gagalnya proses mediasi, sidang gugatan perdata antara Riau Andalan Pulp Paper (RAPP) melawan Koran Tempo (Tempo) dan Pemimpin Redaksi Tempo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terus berlanjut.Jakarta, Koran RadarDalam persidangan yang berlangsung pada Kamis (15/11), Tempo sebagai tergugat menyampaikan berkas jawaban kepada majelis hakim.Dalam berkas jawaban setebal 104 halaman, Tempo yang didampingi kuasa hukumnya dari LBH Pers menyangkal seluruh dalil yang disebutkan penggugat.
Tempo berdalih bahwa pemberitaan yang dipermasalahkan RAPP sudah dibuat dengan memperhatikan kaidah jurnalistik, seperti disebutkannya secara jelas pihak yang menjadi sumber informasi dan prinsip pemberitaan yang berimbang (cover both sides).
Selain itu, Tempo merasa diperlakukan secara tidak adil dengan adanya gugatan ini. Pasalnya, Tempo mengaku sudah melayani hak jawab dan hak koreksi yang dituntut RAPP. Hak jawab misalnya yang sudah dilayani oleh Tempo di dalam terbitan edisi 2243/VII pada 8 September 2007 lalu.
Sementara untuk hak koreksi juga sudah dipenuhi tempo dalam edisi 2208 tertanggal 2 Agustus 2007 dan edisi 2202 pada 27 Juli 2007 silam.Dengan telah dilayaninya hak jawab maupun hak koreksi dan tidak adanya pengaduan kepada Dewan Pers, Tempo menilai tidak seharusnya perkara ini dibawa ke meja hijau. ?Perkara ini sudah selesai secara tuntas karena tergugat sudah melayani hak jawab dan hak koreksi, sekaligus penggugat tidak pernah mengajukan sengketa pers ini ke Dewan Pers,? kata Sholeh Ali, kuasa hukum Tempo.
Bahkan jika harus mengakui, Tempo berpendapat bahwa gugatan RAPP terlampau dini (prematur) untuk dibawa ke persidangan. ?Karena penggugat tidak terlebih dahulu menempuh jalur penyelesaian di Dewan Pers sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 Ayat (2) huruf d UU No 4 Tahun 1999 tentang Pers,? sahut M. Halim, kuasa hukum tergugat yang lain.
Dihubungi terpisah, Leonard P Simorangkir, kuasa hukum penggugat malah menuding balik Tempo yang dianggap tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan perkara ini, meskipun sudah melayani hak jawab. ?Masalahnya, mereka menampilkan hak jawab, setelah kami mengajukan gugatan ke pengadilan. Sebelumnya mereka menyepelekan hak jawab kami ini,? kata Leonard sembari menyebutkan gugatan yang didaftarkan pada 16 Agustus 2007.Di samping itu, Leonard juga menyangkal dalil Tempo yang menyatakan gugatan prematur.
Menurutnya, tidak ada kewajiban yang mengharuskan agar setiap perkara harus melalui dewan pers. ?Memang UU Pers memberikan jalan agar para pihak menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan pers ke Dewan Pers. Namun kenapa kami langsung mengajukan gugatan ke pengadilan, karena toh mereka juga tidak mau melayani hak jawab yang juga diatur dalam UU Pers,? Leonard menjelaskan. Gugatan Kurang PihakDalam bagian eksepsi, tergugat juga menilai gugatan yang diajukan oleh RAPP kurang dalam menarik pihak sebagai tergugat.
Menurut tergugat, seharusnya Sukanto Tanoto, Polda Riau, Walhi dan Media Massa lain yang memberitakan mengenai pembalakan liar di Riau harus ditarik sebagai pihak dalam gugatan ini. ?Karena apa yang disajikan Tempo dalam beritanya itu, adalah fakta jurnalistik yang berhasil dihimpun,? imbuh Sholeh.Menanggapi hal itu, Leonard menyebutkan ada beberapa alasan yang menyebabkan tidak digugatnya media massa yang lain. ?Intensitas pemberitaan Tempo mengenai isu itu cukup tinggi. Selain itu, gaya bahasa dan penulisan yang dilakukan Tempo memiliki nuansa yang berbeda sehingga terkesan tendesius,? jelas Leonard.
Pada bagian akhir berkas jawabannya, tim kuasa hukum Tempo giliran menyerang balik RAPP yang dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengajukan gugatan secara langsung ke pengadilan, tanpa berupaya ke Dewan Pers terlebih dahulu. ?Ini adalah upaya sistematis untuk melakukan kekerasan terhadap pers dengan gaya baru,? ujar Halim.Lebih jauh, dalam petitumnya, tim kuasa hukum Tempo menuntut agar majelis hakim menyatakan RAPP telah melakukan perbuatan melawan hukum. Selain itu, RAPP juga dituntut untuk menggelar konferensi pers untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Tempo dan media massa lainnya karena telah menghalangi kemerdekaan dan kebebasan pers.
Atas gugatan rekonvensi itu, Leonard mengaku siap menghadapinya. Namun ia berusaha meyakinkan bahwa gugatan yang diajukan olehnya saat ini tidaklah bermaksud untuk menghambat kebebasan pers. ?Kami malah menjunjung tinggi kebebasan pers di Indonesia. Kami sadar bahwa tanpa kebebasan pers, tidak akan tercipta iklim demokrasi dan hukum di negara ini,? kata Leonard.Hanya saja Leonard mengingatkan, ada rambu-rambu yang harus ditaati pers ketika menjalankan tugas jurnalistiknya. ?Janganlah pers memuat berita yang sifatnya opini, menghukum pihak tertentu dan memberitakan sesuatu secara berlebihan,?
pesannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, RAPP menggugat Tempo atas tiga buah berita yang diturunkannya. Ketiga berita tersebut berjudul ?Pertikaian Menteri Kaban dengan Polisi Memanas? (6 Juli), ?Polisi Bidik Sukanto Tanoto? (12 Juli), dan ?Kasus Pembalakan Liar di Riau: Lima Bupati Diduga Terlibat? (13 Juli). (Tmn/Ihw/Hkmoln)

Sabtu, 17/11/2007 [10:33:02]
Tempo Gugat Balik Riau Andalan Pulp and Paper
Redaksi [Jakarta] --- ditulis oleh Redaksi di WWW. koran-radar.com

Senin, 16 Februari 2009

Rules to Romantic Relationship & L O V E

You now have “Sweet Heart”? Cool..! You do feel like you’re in seventh heaven, don’t you? But listen carefully: Earth’s calling you to keep your feet on the ground, Listen. These five rules to keep you on the right track:

1. You should not neglect your pals.
There’s no bigger mistake in friendship than ditching your pals.
2. You should not make dating your life.
There’re so many things to do and so little time to finish them all.
3. You should not give in to pressure to do more than you limit.
Once, you’re seeing someone, set your limit.
4. You should not flirt with the attached.
This persons love you and you love him/her, too.
5. You should not change your self to please your sweetie.
Changing is good, but only if it’s one you made for your self, not for some new person.

L O V E

Love, what’s the meaning of love? Can anybody here telling me what is the meaning of love?

· If your hand to perspire, your heart is pulse very fast, your voice being hook on in throat.
It’s not love but it’s “L I K E”.

· If your hand no stop touching your girlfriend.
It’s not love but it’s “H O R N Y”.

· If your girlfriend is good and very well to you
It’s not love but it’s “M I N D R E P L Y”.

· If you just advantage her/girlfriend
It’s not love but it’s “G R E D Y”.

So, what’s the meaning of “Love’?
Love is when you like someone, and you want to have/to be her boy friends and you want to make happy beside you.

And you no want to hurt her, but you want to protect her. And “Love” is if you can stand with her for a long time and you no want to let her go forever. And the true love is can wait for to be your soul mate to forever. If’ not, you let die.
(Terima Kasih atas kirimannya, disalin dan dipindah ke blog ini oleh: Kie Chang Liem-17/02/09)

Rabu, 11 Februari 2009

Kontrak Kerja

Makasih atas pertanyaannya, ya. Mudah-mudahan bisa membantu dengan jawaban yang diberikan.

Q : Saya sudah menjalani masa kontrak 1 tahun ( berakhir pada 28 September 2003 ). Pada menandatangi surat kontrak pertama saya diberi penjelasan bahwa untuk menjadi karyawan tetap mesti menjalani proses kontrak dulu selama 2x 1 tahun.
Namun pada tanggal 27 September 2003 saya diberhentikan selama 1 bulan,kemudian pada akhir Oktober 2003 diminta menandatangani kontrak yang baru, dengan masa kerja tetap satu tahun yang berakhir pada 29 Oktober 2004. Yang ingin saya tanyakan setelah kontrak kedua saya habis, apakah saya sudah menjalani masa kontrak selama 2x 1 tahun sesuai yang telah dibicarakan? Apa yang harus saya lakukan menagih janji menjadi karyawan tetap di perusahaan saya? Hal lain yang ingin saya tanyakan, apabila perusahaan mem-PHK pekerja kontrak sebelum kontraknya berakhir, apakah perusahaan harus membayar kompensasi sebesar upah yang semestinya diterima oleh pekerja tersebut sampai habis kontrak, ditambah dengan pesangon ?

Jawab:

A : Menurut Pasal 112 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, masa kontrak seorang pekerja yaitu: kontrak pertama dengan jumlah masa kerja maksimal 2 tahun, dan dapat diperpanjang satu kali dengan jumlah masa kerja maksimal sama dengan masa kontrak pertama namun jumlah keseluruhannya tidak boleh lebih dari 3 tahun. Dengan demikian jika masa kontrak pekerja/karyawan tersebut secara keseluruhan telah mencapai lebih dari 3 tahun atau telah dilakukan 1 kali perpanjangan, maka pekerja tersebut secara otomatis telah dapat dinyatakan sebagai pekerja tetap.
Sebagai contoh: X di kontrak selama 1 tahun lalu di perpanjang dalam waktu yang sama yaitu 1 tahun, berarti masa kerja si X menjadi 2 tahun. Karena jumlah keseluruhan waktu kerja tidak boleh lebih dari 3 tahun, maka kontrak itu hanya berlaku sampai masa tahun ketiga. Setelah itu, secara otomatis, si X dapat dianggap sebagai karyawan tetap (KKWTT) Jika pihak perusahaan tetap ingin menggunakan sistem kontrak, maka pada akhir masa perpanjangan kontrak yang satu tahun, pihak perusahaan dapat menghentikan kontrak selama 1 bulan. setelah masa satu bulan tersebut habis, anda dapat dipekerjakan kembali dengan kontrak baru (pembaharuan kontrak) dengan masa kontrak paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 tahun.
Untuk melakukan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
Dalam perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/ buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Jika Anda telah diberhentikan selama satu bulan dan kemudian dipekerjakan kembali maka yang berlaku adalah perjanjian kontrak kerja yang baru , dan tidak termasuk akumulasi masa kerja yang sebelumnya.Dengan demikian anda belum menjalani masa kontrak 2x1 tahun seperti yang dipersyaratkan oleh pihak personalia.
UU Ketenagakerjaan tidak mengatur mengenai pembayaran uang pesangon bagi karyawan kontrak karena umumnya upah yang diterima karyawan kontrak jauh lebih besar dibandingkan karyawan biasa yang bekerja di perusahaan tersebut, tetapi tidak menutup kemungkinan apabila di dalam perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat oleh karyawan dan perusahaan tersebut menyebutkan mengenai pembayaran pesangon, karena hal itu merupakan kebijaksanaan perusahaan itu sendiri dan kesepakatan para pihak.
Pada intinya, perjanjian kerja waktu tertentu dibuat oleh para pihak dan sepakat mengenai isinya, dan isi perjanjian tersebut mengikat para pihak. Oleh karena itu, untuk mengetahui tentang uang pesangon dan uang ganti kerugian di perusahaan, Anda harus melihat isi kontrak atau perjanjian kesepakatan kerja waktu tertentu yang dimaksud. Jika pada saat penandatanganan kontrak Anda telah diberitahu oleh pihak personalia bahwa untuk menjadi karyawan tetap diperusahaan tersebut Anda harus menjalani masa kontrak selama 2 x 1 tahun, maka setelah masa kontrak Anda yang kedua berakhir, coba bicarakan dengan pihak personalia mengenai status anda, memperpanjang atau memperbaharui kontrak, dan apakah mendapat kesempatan untuk diangkat sebagai karyawan tetap atau tidak.

Jadi dalam hal ini perlu diperhatiakan, apakah ada jeda setelah dua tahun + 1 tahun kerja, sehingga tidak memenuhi syarat otomatis jadi pekerja tetap...
(lim, 12/02/09)

Karakter Suatu Negara Bisa dilihat dari Filmnya?

Minggu lalu saya diajak teman menonton film Indonesia. Seperti biasa kalo nonton film Indonesia, ada perasaan deg-degan karena jujur aja, jarang yang berkualitas. Mungkin 50 banding 1, hehehe (maaf yah). Setiap kali masuk gedung theater atau bioskop untuk menonton film Indonesia, saya harus ngomong, ”tabek datok, tabek datok, cucu nonton film Indonesia takut sial”. Dan sayapun pasti jadi pusat perhatian. Habis film Indonesia enak untuk di cela. Karena mungkin sutradaranya senang untuk dicela alias kontroversial.

Memang sih, untuk terkenal harus siap untuk di cela, bahkan ada pepatah Arab mengatakan; kalau mau terkenal kencingi Ka’bah, nauzubillah min dzalik.

Kenapa, ya?

Jujur aja, kita harus mengeluarkan uang Rp. 15.000,- sampai dengan Rp. 25.000,- kemudian disuguhi film yang tidak berkesan dan kita setelah menontonnya tidak membawa bayangan indah atas film itu.

Lihat aja, dari judulnya aneh-aneh, isinya ga jelas. Kalau kita bandingnkan dengan film India atau Cina atau Hongkong setidaknya ada kesan yang didapat. Setiap nonton film India saja, saya bisa membayangkan betapa kecantikan wanita ala timur yang selalu dibungkus oleh busana sari. Luar biasa, apa sih hebatnya? Ga ada hebat-hebatnya film-film bollywood tapi tetep aja ada 1 milyar manusia yang nonton.

Begitu juga film Cina, paling soal silat, kong fu, mafia atau triad, tapi kalu sudah bicara soal kerjaan-kerajaan masa lalu Cina, wah luar biasa hanya film-film barat yang mampu mengalahkannya. Itupun rasanya tak tertandingi. Seolah-olah Cina ingin mengatakan kami penguasa daratan terkuat di dunia. Film Cina yang seperti itu seolah-olah ingin mengukuhkan dirinya sebagai bangsa yang berpengaruh di dunia.

Film-film Amerika lain lagi. Negeri Paman Sam, filmnya pasti bisa ditebak, orang baik yang menang. Lihat aja Superman, Batman, dan sebagainya sampai film-film tentang konspirasi politik, intelejen, tentara, perang melawan ditaktor salalu dengan simbolisasi ada kekuatan jahat dan baik. Kekutan baik selalu memengkan pertarungan.

Gaya film Hollywood seperti itu, pastilah memuakkan apalagi bila perang melawan bangsa lain yang selalu dianggap teroris. Tapi itulah watak Amerika selalu benar dan menang karena baik atau yang baik selalu menang. Makna terdalamnya mengajarkan kepada penonton sekuat apapun kejahatan bisa dilawan dan pada akhirnya kejahatan akan kalah. Dia merepresentasikan kegigihan bangsa Amerika untuk menjadi pembela kebaikan lihat aja film tentang Irak, atau berbau-bau padang pasir, hehehe. Dalam film-film tentang konspirasi pun begitu, kegigihan seorang polisi yang membongkar kejahatan akhirnya berbuah pada keberhasilan.

Lain, Amerika lain Inggris, Film dinegeri ini sejatinya sama dengan Amerika Cuma lebih realistis terkang kebaikan tidak dengan seketika menang namun lambat laun tetap menang. Dan seringkali orang yang jahat dalam film-film Inggris akhirnya menyadari kesalahannya dan kemudian menjadi orang baik.

Nah, film-film Jerman unik, seringkali film-film Jerman menggambarkan kesedihan dimana kebenaran akhirnya kalah. Sehingga penonton dipaksa untuk muak menjadi orang menang tapi berlaku jahat. Dan, penonton disadarkan betapa untk menjadi baik atau berprilaku baik itu sulit karena tidak harus memangkan pertarungan sekalipun itu dalam film.

Kalau India, jelas akhirnya pasti bisa ditebak dengan perkawinan, artinya simbol kekeluargaan dan persatuan menjadi penting buat negera itu. Disamping itu, bila terjadi kejahatan maka hukum yang adil harus ditegakkan sekalipun melawan hukum negara harus dilakukan sehingga film India terkadang bebau pembalasan dendam. Dan dengan berdarah-darah jagoannya bangkit melawan kejahatan serta akhirnya menang dan mendapatkan cinta...hehehe. India tea..

Film bangsaku...

Susah banget ditebak, walau sebenarnya gampang banget tapi ga jelas apa yang mau diajarkan kepada penonton? Sehingga harus menyediakan sekian kilobite memori otak untuk mengingatnya? Masak hantu bisa menang? Harus kontroversi terus, kadang-kadang agama dikritik, pemerintah dikritik, budaya dikritik, rumah tangga dikritik? Kontroversi. Setelah itu, hilang tanpa kesan.

Pernah sih, ada yang bagus, Ayat-ayat Cinta, yang membuat orang yakin ada kehidupan yang bergairah dengan nuansa lain yang patut diketahui. Tapi setelah itu, ga ada, ada juga, Laskar Pelangi...

Sepertinya, visi film Indonesia itu harus diperbaiki dan tidak jadi kontroversi karena kontroversi itu hanya sesaat saja dan motifnya kelihatan hanya jualan. Karena hanya jualan maka tidak ada pelajaran yang dipetik, karena tidak ada pelajaran yang dipetik maka selalu dilupakan.

Apa susuhnya membuat film tentang kerajaan aceh yang berperang mealwan Portugis di Malaka? Hikayat Putri Hijau? Atau bercerita tentang seorang prajurit yang jatuh cinta dengan orang Timor Lorosae pada saat dia diterjunkan untk berperang melawan Tetara komunis di Timtim tahun 1970-an, wah keren sebenarnya tinggal kemampuan meriset dikuatkan.

Lihatlah film Lord Of The Ring, dengan kekuatan riset mereka menghasilakan film box office yang berkualiatas.

Oke dech, semoga film Indonesia bangkit, ya. Tabe datok tabe datok gue ga rugi nonton film....?
(lim, 12/02/09.)

Undang-Undang Anti Monopoli


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
c. bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional;
d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, atas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat perlu disusun Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

Mengingat :
1. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
b. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
c. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.
d. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
e. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
f. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
g. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
h. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
i. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.
j. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
k. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.
l. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.
m. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.
n. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.
o. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
p. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
BAB IIASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pasal 3
Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
BAB IIIPERJANJIAN YANG DILARANGBagian PertamaOligopoli
Pasal 4
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaPenetapan Harga
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian KetigaPembagian Wilayah
Pasal 9
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian KeempatPemboikotan
Pasal 10
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
Bagian KelimaKartel
Pasal 11
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian KeenamTrust
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian KetujuhOligopsoni
Pasal 13
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KedelapanIntegrasi Vertikal
Pasal 14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Bagian KesembilanPerjanjian Tertutup
Pasal 15
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Bagian KesepuluhPerjanjian Dengan Pihak Luar Negeri
Pasal 16
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
BAB IVKEGIATAN YANG DILARANG
Bagian PertamaMonopoli
Pasal 17
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaMonopsoni
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KetigaPenguasaan Pasar
Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 21
Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian KeempatPersekongkolan
Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
BAB VPOSISI DOMINAN
Bagian PertamaUmum
Pasal 25
(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
(2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaJabatan Rangkap
Pasal 26
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan–perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian KetigaPemilikan Saham
Pasal 27
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeempatPenggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Pasal 28
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.
(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIKOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Bagian PertamaStatus
Pasal 30
(1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.
(3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian KeduaKeanggotaan
Pasal 31
(1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
(2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
Pasal 32
Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:
1. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;
2. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
3. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
4. jujur, adil, dan berkelakuan baik;
5. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;
6. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi;
7. tidak pernah dipidana;
8. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
9. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
Pasal 33
Keanggotaan Komisi berhenti, karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau
f. diberhentikan.
Pasal 34
(1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.
(3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja.
(4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.
Bagian KetigaTugas
Pasal 35
Tugas Komisi meliputi:
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bagian KeempatWewenang
Pasal 36
Wewenang Komisi meliputi:
1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
4. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
5. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
6. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
7. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
8. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Bagian KelimaPembiayaan
Pasal 37
Biaya untuk pelaksanaan tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIITATA CARA PENANGANAN PERKARA
Pasal 38
(1) Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.
(2) Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor.
(3) Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan oleh Komisi.
(4) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Komisi.
Pasal 39
(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, Komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.
(2) Dalam pemeriksaan lanjutan, Komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.
(3) Komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.
(4) Apabila dipandang perlu Komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi ahli, dan atau pihak lain.
(5) Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4), anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.
Pasal 40
(1) Komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang ini walaupun tanpa adanya laporan.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39.
Pasal 41
(1) Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.
(2) Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), oleh Komisi diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 42
Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa:
a. keterangan saksi,
b. keterangan ahli,
c. surat dan atau dokumen,
d. petunjuk,
e. keterangan pelaku usaha.
Pasal 43
(1) Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
(2) Bilamana diperlukan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2).
(4) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha.
Pasal 44
(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi.
(2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dianggap menerima putusan Komisi.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 45
(1) Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut.
(2) Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.
(3) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(4) Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.
Pasal 46
(1) Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
BAB VIIISANKSI
Bagian PertamaTindakan Administratif
Pasal 47
(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Bagian KeduaPidana Pokok
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Bagian KetigaPidana Tambahan
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
BAB IXKETENTUAN LAIN
Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
BAB XKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
(1) Sejak berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Pelaku usaha yang telah membuat perjanjian dan atau melakukan kegiatan dan atau tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini diberi waktu 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diberlakukan untuk melakukan penyesuaian.
BAB XIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Undang-undang ini mulai berlaku terhitung 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 5 Maret 1999PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakartapada tanggal 5 Maret 1999MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 33
PENJELASANATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 5 TAHUN 1999TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGANUSAHA TIDAK SEHAT
UMUM
Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya.
Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam pembangunan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha swasta sejak awal tahun 1990-an.
Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik.
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.
Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
Oleh karena itu, perlu disusun Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
Agar implementasi undang-undang ini serta peraturan pelaksananya dapat berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa tindakan administratif, sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.
Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari :
1. perjanjian yang dilarang;
2. kegiatan yang dilarang;
3. posisi dominan;
4. komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. penegakan hukum;
6. ketentuan lain-lain.
Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk : menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen; menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang; mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1Cukup jelas
Angka 2Cukup jelas
Angka 3Cukup jelas
Angka 4Cukup jelas
Angka 5Cukup jelas
Angka 6Cukup jelas
Angka 7Cukup jelas
Angka 8Cukup jelas
Angka 9Cukup jelas
Angka 10Cukup jelas
Angka 11Cukup jelas
Angka 12Cukup jelas
Angka 13Cukup jelas
Angka 14Cukup jelas
Angka 15Cukup jelas
Angka 16Cukup jelas
Angka 17Cukup jelas
Angka 18Cukup jelas
Angka 19Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Perjanjian dapat bersifat vertikal atau horizontal. Perjanjian ini dilarang karena pelaku usaha meniadakan atau mengurangi persaingan dengan cara membagi wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayah pemasaran dapat berarti wilayah negara Republik Indonesia atau bagian wilayah negara Republik Indonesia misalnya kabupaten, provinsi, atau wilayah regional lainnya. Membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar berarti membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa, menetapkan dari siapa saja dapat memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa.
Pasal 10
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi atau yang lazim disebut integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu. Praktek integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Pasal 15
Ayat (1) Yang termasuk dalam pengertian memasok adalah menyediakan pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing).
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutan.
Huruf cCukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 19
Huruf aMenolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non- ekonomi, misalnya karena perbedaan suku, ras, status sosial, dan lain-lain.
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya adalah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya.
Pasal 22
Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Ayat (2)
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Pasal 26
Huruf aCukup jelas
Huruf b Perusahaan-perusahaan memiliki keterkaitan yang erat apabila perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran.
Huruf cCukup jelas
Pasal 27
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)Badan usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang berbentuk badan hukum (misalnya perseroan terbatas) maupun bukan badan hukum, yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)Ketua dan Wakil Ketua Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi.
Ayat (2)Cukup Jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Perpanjangan masa keanggotaan Komisi untuk menghindari kekosongan tidak boleh lebih dari 1 (satu) tahun.
Pasal 32
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf eCukup jelas
Huruf fCukup jelas
Huruf gYang dimaksud dengan tidak pernah dipidana adalah tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berat atau karena melakukan pelanggaran kesusilaan.
Huruf hCukup jelas
Huruf iYang dimaksud tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha adalah bahwa sejak yang bersangkutan menjadi anggota Komisi tidak menjadi :
1. anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi suatu perusahaan;
2. anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi;
3. pihak yang memberikan layanan jasa kepada suatu perusahaan, seperti konsultan, akuntan publik, dan penilai;
4. pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.
Pasal 33
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dDinyatakan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.
Huruf eCukup jelas
Huruf fDiberhentikan, antara lain dikarenakan tidak lagi memenuhi persyaratan keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud Pasal 32.
Pasal 34
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud sekretariat adalah unit organisasi untuk mendukung atau membantu pelaksanaan tugas Komisi.
Ayat (3) Yang dimaksud kelompok kerja adalah tim profesional yang ditunjuk oleh Komisi untuk membantu pelaksanaan tugas tertentu dalam waktu tertentu.
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 35
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Huruf eCukup jelas
Huruf fCukup jelas
Huruf gCukup jelas
Pasal 36
Hurtuf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Huruf eCukup jelas
Huruf fCukup jelas
Huruf gYang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.
Huruf hCukup jelas
Huruf iCukup jelas
Huruf jCukup jelas
Huruf kCukup jelas
Huruf lCukup jelas
Pasal 37
Pada dasarnya Negara bertanggung jawab terhadap operasional pelaksanaan tugas Komisi dengan memberikan dukungan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun, mengingat ruang lingkup dan cakupan tugas Komisi yang demikian luas dan sangat beragam, maka Komisi dapat memperoleh dana dari sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sifatnya tidak mengikat serta tidak akan mempengaruhi kemandirian Komisi.
Pasal 38
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Yang diserahkan oleh Komisi kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan tidak hanya perbuatan atau tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (2), tetapi juga termasuk pokok perkara yang sedang diselidiki dan diperiksa oleh Komisi.
Pasal 42
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Huruf eCukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Pengambilan keputusan Komisi sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota Komisi.
Ayat (4)Yang dimaksud diberitahukan adalah penyampaian petikan putusan Komisi kepada pelaku usaha.
Pasal 44
Ayat (1)30 (tiga puluh) hari dihitung sejak diterimanya petikan putusan Komisi oleh pelaku usaha atau kuasa hukumnya.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup Jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup Jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf aCukup jelas
Huruf bPenghentian integrasi vertikal antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksinya.
Huruf c Yang diperintahkan untuk dihentikan adalah kegiatan atau tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan.
Huruf dCukup jelas
Huruf eCukup jelas
Huruf fGanti rugi diberikan kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan.
Huruf gCukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 49
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Pasal 50
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Huruf eCukup jelas
Huruf fCukup jelas
Huruf gCukup jelas
Huruf hPelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil adalah sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Huruf iYang dimaksud dengan melayani anggotanya adalah memberi pelayanan hanya kepada anggotanya dan bukan kepada masyarakat umum untuk pengadaan kebutuhan pokok, kebutuhan sarana produksi termasuk kredit dan bahan baku, serta pelayanan untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3817

Pengetian Monopoli

Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".

Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).

Ciri dan sifat

Ada beberapa ciri dan sifat dasar pasar monopoli. Ciri utama pasar ini adalah adanya seorang penjual yang menguasai pasar dengan jumlah pembeli yang sangat banyak. Ciri lainnya adalah tidak terdapatnya barang pengganti yang memiliki persamaan dengan produk monopolis; dan adanya hambatan yang besar untuk dapat masuk ke dalam pasar.

Hambatan itu sendiri, secara langsung maupun tidak langsung, diciptakan oleh perusahaan yang mempunyai kemampuan untuk memonopoli pasar. Perusahaan monopolis akan berusaha menyulitkan pendatang baru yang ingin masuk ke pasar tersebut dengan dengan beberapa cara; salah satu di antaranya adalah dengan cara menetapkan harga serendah mungkin.

Dengan menetapkan harga ke tingkat yang paling rendah, perusahaan monopoli menekan kehadiran perusahaan baru yang memiliki modal kecil. Perusahaan baru tersebut tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan monopolis yang memiliki kekuatan pasar, image produk, dan harga murah, sehingga lama kelamaan perusahaan tersebut akan mati dengan sendirinya.
Cara lainnya adalah dengan menetapkan hak paten atau hak cipta dan hak eksklusif pada suatu barang, yang biasanya diperoleh melalui peraturan pemerintah. Tanpa kepemilikan hak paten, perusahaan lain tidak berhak menciptakan produk sejenis sehingga menjadikan perusahaan monopolis sebagai satu-satunya produsen di pasar.
Monopoli yang Tidak Dilarang
  1. Monopoli by Law
    Monopoli oleh negara untuk cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
  2. Monopoli by Nature
    Monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung iklim dan lingkungan tertentu.
  3. Monopoli by Lisence
    Izin penggunaan hak atas kekayaan intelektual

(lim, 12/02/09-disalin dan dikutip dari wikipedia)

Senin, 09 Februari 2009

Hikmah Minggu ini: Teka-teki Imam Al-Ghazali

Teka-teki Imam Al-GhazaliSuatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya, lalu beliau bertanya ( Teka Teki ) :

Imam Ghazali: "Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?" Murid 1: "Orang tua" Murid 2: "Guru" Murid 3: "Teman" Murid 4: "Kaum kerabat" Imam Ghazali: "Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati (Surah Ali-Imran :185).

Imam Ghazali: "Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?" Murid 1: " Negeri Cina " Murid 2: "Bulan" Murid 3: "Matahari" Murid 4: "Bintang-bintang" Iman Ghazali: "Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama".

Iman Ghazali: "Apa yang paling besar didunia ini ?" Murid 1: "Gunung" Murid 2: "Matahari" Murid 3: "Bumi" Imam Ghazali: "Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A"raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka."

Imam Ghazali: "Apa yang paling berat didunia?" Murid 1: "Baja" Murid 2: "Besi" Murid 3: "Gajah" Imam Ghazali: "Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka karena gagal memegang amanah."

Imam Ghazali: "Apa yang paling ringan di dunia ini ?" Murid 1: "Kapas" Murid 2: "Angin " Murid 3: "Debu" Murid 4: "Daun-daun" Imam Ghazali: "Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SHALAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan shalat "

Imam Ghazali: "Apa yang paling tajam sekali didunia ini ?" Murid- Murid dengan serentak menjawab: " Pedang " Imam Ghazali: " Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasan saudaranya sendiri (dikutip, disalin dan dicontek dari blog tetangga, liem/10/02/09)