Minggu, 11 Januari 2009

Israel Menyerbu Gaza: Takut Ditinggal Amerika Atau Sebuah Fait A Comply

Israel vs Hammas: Remaja Memukul Anak TK

Serbuan besar-besaran Israel atas Gaza yang dimukimi oleh pendukung Hamas sebenarnya sudah dapat diprediksi sejak awal. Padahal tembakan roket dari pejuang Hamas dari Gaza sebenarnya tidak seberapa. Kita bisa menyaksikan roket-roket yang ditembakkan oleh pejuang Hamas hanya model roket Katyusa yang tidak memiliki daya jangkau ke pusat-pusat pemerintahan di Tel Aviv atau kota besar lain di Israel.

Roket-roket yang ditembakkan itu pun hanya jatuh di desa-desa pemukiman warga Israel di daerah perbatasan dan sebagaian besar jatuh di ladang-ladang warga Israel serta jatuh dijalanan dan kalaupun mengenai perumahan tidak lebih perumahan yang telah kosong yang telah ditinggal warga atau pemukiman baru. Pernah memang roket pejuang Hamas mengenai warga sipil, melukai bahkan menewaskan warganya. Namun kebanyakan luput mengingat roket bukanlah misil canggih yang memiliki target dan dikendalikan. Roket setelah ditembakkan melayang tanpa tujuan tergantung pada orang yang membakar sumbunya. Kadang roket meledak sebelum dapat terbang ke tempat yang seharusnya ia jatuh kadang meledak di udara persis mencon atau petasan terbang.

Sebaliknya Israel dengan persenjataan super canggih, misil-misil yang mampu membidik sasaran dengan akurasi sempurna, pesawat tempur mutakhir, helikopter dan tank Mercava jelas mampu mencabik-cabik Gaza. Hamas bukanlah Hezbollah yang memiliki persenjataan yang mampu merusak tank kebanggan Israel, Heli Apache atau Cobra Israel. Hamas berkuasa penuh di Gaza yang hanya berbatasan dengan Israel dan Mesir terpisah dengan wilayah Palestina lainnya, yakni Tepi Barat (West Bank) sehingga tidak mampu membangun solidaritas yang massif dengan saudara Palestina lain di Tepi Barat yang berpenduduk jauh lebih besar dibandingkan Gaza yang dihuni kurang dari 1,5 juta jiwa warga Palestina.

Sedangkan Hezbollah, jelas hidup di Lebanon berbatasan Israel dan Suriah, situasi jelas beda Hezbollah mendapat pasokan senjata dari Suriah, Iran dan negara lain sehingga kekuatannya tak dapat diporak-porandakan Israel begitu saja. Perlawanan Hezbollah membuat Israel harus terlibat pada perang panjang yang melelahkan dan sangat tidak disukai oleh militer dan pemerintah negara manapun. Geliriawan seperti Hezbollah adalah duri yang harus dihindari, lihat betapa pusingnya Srilangka menghadapi LTTE (Macan Elang Tamil), Amerika Serikat dengan Muktadar El Sadr serta geliriayawan Iraq, Inggris dengan IRA dahulu dan seterusnya.

Israel pasti sangat optimis mampu menghancurkan musuh paling lemahnya Hamas yang memang didikucilkan oleh saudara Arab lainnya. Kalau melihat televisi jelaslah perang yang sangat tidak seimbang itu, dan seharunya sangat memalukan bagi negara super kuat di Timur Tengah. Namun, malu itu tidak di anggap oleh Israel karena posisinyapun mulai terancam, persis seperti anak yang menarik perhatian orang tuanya dengan berulah memukul anak lebih kecil dari tetangga sebelahnya. Padahal apa yang ditkutkan dari Hammas sebuah oraganisasi tak sehebat Hezbollah.

Phobia Atau Karma?


Israel adalah negara dengan berpenduduk 5 juta jiwa lebih dengan luas wilayah sekitar 40 ribu kilometer persegi atau lebih luas sedikit dari wilayah Jawa Barat ditambah DKI Jakarta dan Banten tentu sangat minimum untuk menjadi syarat negara kuat. Pastilah Israel susah me-layout mana wilayah industri, pemerintahan, industri strategis, pertahanan dan seterusnya. Demikian pula dikelilingi negara Arab sementara itu Israel hidup bersama dan dikelilingi pula oleh orang-orang Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang berjumlah 3-4 juta jiwa semuanya merasakan kepahitan Isreal. Sederhananya orang-orang Palestina bukanlah tetangga yang baik bagi Israel dan pobia itu menjadi mimpi buruk tersendiri bagi pemimpin dan sebagaian besar warga Israel.

Kekhawatiran itu di jawab dalam sistem pertahanan Israel menerapkan sistem pertahanan semesta dimana semua warga Israel kecuali anak-anak dan orang lanjut usia dikenakan wajib militer, memiliki nomor registrasi militer, di beri pangkat dan sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk menjadi militer sesungguhnya. Sederhananya warga Israel yang sipil adalah anak-anak dan orang tua. Hal yang sama juga dipraktikkan di Singapura dan banyak negara kecil yang kaya. Di negara seperti itu, akibat trauma dan pobia yang berlebihan serta ketidakpercayaan pada prinsip-prinsip persahabatan dan bertetangga yang baik melahirkan momok takut di serbu negara tetangganya yang memiliki perbedaan mencolok, baik bahasa, ras, agama dan lain sebagainya. Israelpun demikian sejak berdiri yang mengusir jutaan warga Arab memiliki ketakuatan tersendiri kalau-kalau bangsa Arab terutama Palestina meminta kembali tanah mereka yang memang memiliki landasan sejarah.

Akan halnya Israel, Amerika Serikat pun memiliki trauma yang sama dimana pernah mencaplok tanah Mexico; California, Texas dan berapa negara bagian di selatan lainnya dan termasuk perperangan dengan Suku Indian. Namun, seiring waktu yang memang hampir 300 tahun lebih telah banyak perubahan, keturunan Mexico dan latin lainnya kalaupun disuruh memilih pasti memilih Amerika Serikat, negeri kebebasan. Begitupun langkah bersahabat ditunjukkan oleh Amerika Serikat dengan menghapus 40 Milyar US Dollar hutang Mexico belum lagi investasi yang besar sehingga imigrasi besar-besaran warga Mexico tidak terjadi ke Negeri Paman Sam. Pola inilah yang kemudian berhasil karena mengembangkan sikap bersahabat dengan mengurangi tingkat kesenjangan antara Amerika Serikat dan Mexico yang Israel gagal melakukannya.

Israel gagal menanamkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap tetangganya Palestina selain itu trauma sebagai bangsa yang terusir yang sebenarnya sudah tidak relevan untuk diungkit dan ideologi Zionisme yang seharusnya ditinjau ulang. Kesadaran itu rasanya dimiliki oleh para ideolog, politisi dan pemimpin Isreal sebagai orang-orang yang cerdas. Namun, Israel tentu harus menjaga harga diri di tengah kemurahan hati bangsa Arab. Di seantero Eropa dan Amerika Utara, Israel selalu mengingatkan mereka sebagai korban holocaus tapi dihadapan saudaranya bangsa Arab yang sama-sama Semit itu. Isreal ingin selalu menunjukkan harga dirinya bahwa mereka tidak mau diberi tanah gratis tapi harus dengan skenario mekera selalu ingin di usir dari tanah air mereka sekarang yang juga tanah air bangsa Arab yakni Palestina karenanya harus berperang.

Padahal ditilik dari titisan darah orang Palestina tidak sepenuhnya Arab tapi percampuran dengan Eropa yakni Yunani dan bangsa-bangsa di Mediterania seperti halnya Mesir dan Libanon yang kita kenal dalam sejarah hegemoni Helenisme. Artinya, mereka (orang Filistin) masih bersaudara dengan Eropa atau setidaknya sekitar mediterania. Sedang Isreal jauh dari itu, orang-orang Zionisme selalu eksklusif dan untunglah banyak masyarakat Yahudi kemudian tak hendak mengikuti pola pikir Zionisme seperti halnya orang-orang Yahudi di negara-negara Arab dan Etopia. Akar historis ini menyulitkan bagi Israel karenanya harus terus mempertahankan momok holocaus sangkin kuatnya beberapa negara Eropa harus menetapkan dalam Undang-Undang di negerinya yang anti Nazi dan penghinaan atas Yahudi.

Terusir dari daratan Eropa dan bermukin di Bumi Palestina dengan mengusir jutaan orang bukanlah tanpa resiko bagi Israel. Persis Amerika yang merupakan pendatang Eropa dan berhasil mendirikan negara di tanah orang-orang Indian, orang-orang Yahudi Zionis mendirikan negara di tanah Palestina. Namun, gerakan kembali ke tanah leluhur sekitar Bukit Zion itu mendapat perlawan sengit pun hingga hari ini. Israel harus berhadapan dengan hampir 300 juta orang Arab dan berkali-kali perang. Sekalipun Republik Israel berdiri tpi dengan dikelilingi negara-negara Arab dan orang-orang Arab yang terusir menjadi momok yang menakutkan bagi Israel.

Orang-orang Arab yang terusir (Palestina) jelas mempunyai landasan historis atas tanah tempat beridirnya Israel. Dalam pikiran pemimpin Israel tentulah mereka tetap berusaha untuk mengambil kembali tanah mereka. Dialin pihak tentulah orang-orang Palestina mendapat dukungan dari sesama bangsa Arab lainnya. Tidak ada cara lain, selain memperkuat diri, terus bersiaga dan tidak boleh lengah dengan pilihan menjadi paling kuat di Timur Tengah. Jadilah Israel negeri seperti sekarang terkuat di Timur Tengah namun di balik itu selalu cemas akan kelangsungan hidup negerinya. Wajarlah jutaan orang Palestina mengelilingi tembok pemisah yang di buatnya. Bisa dibayangkan tembok hanya terbuka ketika menghadap laut tengah dan mungkin sedikit terbuka dengan perbatasan Libanon.

Bertarung di Amerika: Lobi Zionis vs Lobi Arab

Di daratan Eropa, orang-orang Yahudi sudah sangat menderita terutama sejak perang dunia kedua, akhirnya mendapat tempat di Inggris sebuah negeri Eropa berupa pulau dan super power hingga perang dunia kedua. Namun Inggris bukanlah negeri luas apalagi dibandingkan Eropa Barat atau benuanya. Oleh karena itu, Inggris pun tak mau menanggung beban orang-orang Yahudi yang semakin berimigrasi dan mulai berideologi Zionisme ke negeri seluas lebih dari 200 ribu kilometer per segi itu. Karenaya setelah keruntuhan Kerajaan Ottoman (Utsmaniyah) mulailah diizinkan orang-orang Yahudi ke tanah Palestina. Inggris tau betul pemikiran zionisme dan tak mau berlama-lama menanggung beban migrasi terlebih lagi kebangkrutan akibat perang didaratan Eropa. Inggris ingin memutus rantai kalau negeri Pangeran Charles itu pelindung zionisme dan memusuhi Arab yang juga sahabat lama mereka. Cuci tangan ala Inggris memang berhasil, cukuplah dengan membantu orang-orang Yahudi yang baik-baik itu menyeberang ke tanah Palestina dan memberi mereka bekal secukupnya selanjutnya memberikan bantuan ala kadarnya. Pada saat pertempuaran terjadi antara Arab dan Israel, hanya Prancis yang terlibat itupun menyangkut Terusan Suez.

Ternyata, tak semua orang Yahudi pindah ke Palestina tapi juga ke Amerika Utara yang paling banyak ke Amerika Serikat. Walaupun sudah sejak lama ada orang-orang Yahudi juga berimigrasi ke Amerika Serikat. Orang-orang yahudi yang sudah sejak lama bermukim di Amerika menyambut orang-orang Yahudi saudaranya dengan gegap-gempita terlebih Amerika mulai bangkit akibat tidak terseret langsung ke wilayah perang di Eropa. Industri Amerika yang tumbuh menjadikan negeri itu pensuplai kebutuhan Eropa dan menjadikan negeri Abraham Lincon itu sebagai negeri makmur dan kuat serta akhirnya menjadi adi daya di dunia. Kekuatan ini tidak disia-siakan oleh zionisme yang kemudian menjadikan Amerika sebagai bapak asuhnya sebagaimana Inggris dahulu.

Hubungan ini bertahan hingga sekarang, melalui lobi, pemain bisnis, dan cendikiawan yang dimiliki orang-orang Yahudi berhasil menarik perhatian Amerika. Zionisme menanamkan akar yang kuat dalam sektor bisnis dan politik Amerika hingga sekarang.

Namun, Amerika bukanlah negeri yang memiliki semuanya semakin besar industri di Amerika semakin besar kebutuhannya akan bahan bakar yang sudah tidak dapat lagi menggunakan batu bara yang memang Amerika pemilik cadangan terbesarnya. Akan halnya sukses Lawrence of Arabia dari Inggris yang menjadi sahabat bangsa Arab terutama Saudi, Amerika pun ingin di percaya sebagai teman yang baik di kalangan bangsa Arab terutama anak benua Semenanjung Arabia. Berkali-kali misi persahabatan di kirim dan akhirnya berhasil dengan kerja sama pengeboran minyak dan pendirian perusahaan minyak yang paling kuat di dunia Aramco.

King Faisal of Saudi dan Amerika melakukan kerja sama pengeboran minyak yang menjadikan Saudi dan negara-negara yang berkerabat dengan Raja Saudi yang kita kenal negara-negara Teluk menjadi petro dollar. Semakin besarnya ketergantungan Amerika dan Eropa akan minyak dari Semenanjung Arab (Saudi Arabia sebagai pemain utamanya) semakin kuat ikatan persahatannya. Amerika pun dengan cara halus mempreteli pengaruh sekutu-sekutu Eropanya terutama Inggris atas Saudi Arabia dan teluk, padahal hampir semua negeri di Teluk Persia adalah jajahan Inggris. Itu pun terbukti tak satupun negeri di Semenanjung itu menjadi anggota persemakmuran (commentwealth) Inggris.

Namun, Amerika tetap memiliki anak asuh Israel dan bersahabat akrab dengan Saudi Arabia. Saudi Arabia sebagai sahabat bahkan sekutu Amerika adalah negara yang paling berpengaruh di Semenajung Arabia bahkan dikalangan negeri Arab itu dipenuhi oleh orang-orang garis keras. Ajaran Wahabbi adalah ajaran utama negeri Saudi yang diadopsi oleh kerajaan yang menjadikan Saudi tetap berpijak kepada Al Qur’an dan Sunnah dengan semurni-murninya. Pembedaan perlakuan atas orang-orang non muslim dari Amerika atau Eropa tetap tak bisa dianggap sederajat oleh negeri Saudi, padahal tidak ada negeri di dunia yang menganggap warga Amerika dan Eropa sebagai kelas dua semuanya memperlakukan mereka dengan hormat tapi tidak terjadi di negeri Wahabbi ini. Pembedaan KTP, kewarganegaraan, agama, jenis kelamin, dan hukum Islam dengan memotong tangan, merajam dan cambuk menjadi ketakutan tersendiri bangi Amerika. Belum suku-suku di Saudi yang gampang marah dan bangswan yang menganggap orang lain bukan keturunannya sebagai rendah, apalagi berbeda identitas relejinya.

Namun, Amerika teryakinkan sejak King Faisal mulai berniat memoderenkan negeri gurun itu, terlebih lagi Amerika melihat gelagat takutnya negeri gurun pasir itu karena Persia (Iran) di bawah Reza Pahlevi mulai dapat diandalkan. Amerika mulai mendekati setengah hati dengan Arab dan percaya penuh kepada Kerjaan Iran. Peluang itu dimanfaatkan oleh negara-negara Eropa untuk masuk lagi ke negeri kaya minyak tersebut. Negeri-negeri Eropa yang selama ini menanamkan pengaruh di negeri Arab bukan semenanjung semisal Mesir, Al Jazair, Libya, Tunisia, mulai mendekati mulut semenanjung Arabia, Inggris mulai mendapat minyak dari Kuwait, Yaman, dan lainnya.

Persis kemudian pecah perang antara Arab dan Israel, kemarahan negeri-negeri Arab langsung ditunjukkan oleh Saudi Arabia yang memboikot penjualan minyak. Dampaknya luar biasa, Amerika yang mengandalakan Iran mampu dengan tenang mendapat suplai namun sekutu Eropa menjadi megap-megap, minyak laut utara (Sweet oil) menjadi mahal dan tak mampu mensuplai kebutuhan Eropa di lain pihak Uni Soviet menaikkan harga minyaknya dan mensuplai kebutuhan minayk Eropa Timur yang menjadi sekutu utamanya.

Walau negeri-negeri Arab juga membutuhkan uang dalam jumlah yang besar untuk memoderenisasi negerinya namun tak sebanding dengan kebutuhan sekutu utama Amerika Serikat, terutama Eropa Barat yang memang di fron terdekan menghadapi raksasa Commecon dan Pakta Warsawa atau Blok Timur. Amerika, Jepang, Korea Selatan dan sekutu non Eropa dapat menikmati minyak dari Iran, Amerika Latin atau Indonesia namun investasi minyak Eropa di negeri-negeri Arab menjadi tekor sama sekali. Menyadari hal itu, Amerika mendesak Israel untuk berdamai dengan pengembalian Sinai kepada Mesir dan memaksa Israel untuk mundur. Inilah pembelajaran orng-orang Arab yang paling utama, mereka punya senjata pamungkas ’emas hitam’ dari perut gurun pasir.

Geostrategis-pun berubah ketika Ayatullah Rohullah Khomaini bersama rakyat Iran yang anti Monarki menggulingkan Shah Iran dan jadilah Iran musuh utama Amerika. Pemerintahan revolusioner Iran melakukan nasionalisasi semua perusahaan dan asset Amerika, Amerika merasakan kepedihan yang mendalam akibat dikhianati sekutu paling utamanya Iran, semua asset Iran di Amerika dibekukan dan dibalas dengan ajakan agar negeri-negeri Arab menjauhi Iran yang Syiah dan revolusioner, padahal Amerika tahu betul kultur Islam di Iran lebih toleran dari Saudi Arabia mengingat Iran bukan negeri Arab apalagi Wahabbi, Iran dipenuhi cendikiawan dan lebih moderen ketimbang Arab yang gurun dengan watak keras. Terputusnya suplai minyak ini terutama dari wilayah Iran yang kaya minyak yang persis berbatasan dengan Irak, membuat Amerika memprovokasi Irak untuk menyerang Iran terjadilah perang 8 tahun Irak-Iran. Harapan Amerika jelas sekutu utamanya Iran kembali kepadanya dan pada awal-awal perang Amerikapun tak segan bermuka ganda membantu Iran.

Simbiosis hubungan antara Iran dan Amerika dimasa lalu tak dapat putus semudah itu, Iran adalah negara yang membantu Israel dalam perang melawan Arab dan Amerikapun menjadikan Iran sebagai Polisi di Timur Tengah melebihi kepercayaan Amerika kepada Isreal. Pada saat itu, Israel tak lebih di beri hanya mampu bertahan dan kuat saja mengingat terkepung oleh negeri Arab sedang Iran jauh lebih dapat diandalkan. Namun, harapan Amerika itu kandas setelah gagalnya kudeta atas pemerintahan revolusioner di Iran maka jadilah Amerika sepenuhnya penyokong Arab atau Irak.

Selama perang, Saudi mulai mendapat perhatian khusus dari Amerika dan hubungan keduanya menjadi meningkat. Akan halnya orang-orang Yahudi atau zionis yang memiliki hometown-nya yakni New York, Arab dalam hal ini Saudi memiliki hometown di Amerika yakni Huoston,Texas. Keduanya sama-sama istimewa bagi Amerika dan sebenarnya Amerika lebih mengistimewakan Saudi, logika sederhanya Saudi Arabia memiliki suatu yang riil yang sangat dibutuhkan Amerika atau kepentingan barat. Minyak dan menjinakkan rejim-rejim Arab di Timur Tengah, siapa lagi kalau Saudi Arabia yang mampu mamainkan hal itu, dalam dunia Islam dengan terdapatnya dua kota suci sudah menempatkan peran Saudi Arabia kedudukan istimewa. Belum lagi kekerabatan darah dengan semua negara Teluk dan monarki di Yordania dan Maroko membuat negeri kaum Quaraish menjadi patut ditemani ketimbang dimusuhi.

Namun, Saudi pun punya alasan utuk tidak terlalu dekat dengan Amerika, Wahabbi dan tetap menjadi sahabat bagi negara-negara Islam yang terkadang berseberangan dengan Amerika. Saudi berkat minyak mampu berinvestasi ratusan milyar dollar di Amerika demikian juga di seantero Eropa dan itu disadari betul oleh pebisnis Amerika terutama Yahudi penganut zionisme. Posisi Saudi yang terjepit karena kuatnya akar radikalisme Islam tersebut membuat lobi Arab tidak semulus Israel di Amerika.

Sekalipun demikian dengan bekal minyak, pebisnis Arab masuk keberbagai industri Amerika sebagai investor yang lebih dari cukup untuk menghilangkan pengaruh lobi zionis, City Corp., berbagai pelabuhan laut, sekolah-sekolah bahkan univrsitas mendapat sumbangan dari negeri gurun itu. Kekuatan bisnis Arab itu telihat pasca meledaknya gedung WTC dimana hampir 700 milyar US Dollar uang negeri Arab di Amerika harus kembali ke negeri gurun itu karena sudah tak ada tempat untuk berinvestasi, luar biasa. Pun sejak dibangunnya pusat bisnis di Abu Dhabi, hampir semua perusahaan multi nasional Amerika memiliki kantor di sana termasuk perusahaan minyak milik keluarga Goerge Bush.

Sudah bukan menjadi rahasia lagi hubungan dekat antara Amerika dan Arab Teluk terutama Saudi Arabia yang memang memiliki landasan kuat dan saling membutuhkan. Perekonomian Saudi di bangun dengan setara dengan Amerika, barang-barang termoderen di Amerika juga terdapat di Saudi. Saudi Arabia adalah salah satu konsumen terbesar Amerika, salah satunya pembeli senjata Amerika terbesar.

Gelagat ini selalu di baca oleh Israel, keberhasilan lobi Arab yang dimotori oleh Saudi membuat cemburu Israel terutama kalangan Yahudi zionis Amerika. Kedekatan Saudi dengan Amerika telah menghilangkan kesan Islam dan Arab yang fanatik, radikal dan menumpahkan darah. Dalam berabagai kasus penghinaan atas Islam, Saudi mempertahankan negerinya agar masyarakatnya tidak reaktif. Demikian pula pengejaran atas kelompokteroris dan militan Islam di dalam negeri Saudi di gencarakan. Pun usaha mendekatkan dunia Islam dan Kristen serta Katolik di rintis oleh Pemimpin dan Ulama Saudi. Usaha ini berhasil membentuk citra Islam yang anti rdikalisme dan militanisme. Kedekatan antara Saudi dan Amerika ini berbuah dengan bantuan pertahanan Amerika, penjualan berbagai persenjataan moderen dan transfer teknologi terus mengalir ke Saudi. Dilain pihak investasi Saudi di Amerika semakin membesar dan hampir mendekati dominan di Amerika. Keadaan ini jelas membuat cemburu Israel.

Meledaknya gedung ITC dan terlibatnya orang-orang Saudi dalam peledakan gedung itu, kembali menjepit lobi Arab. Lobi Arab dan Islam yang dimotori Saudi semakin terpuruk di mata publik dan politisi Amerika. Dilain pihak lobi Israel semakin menguat terlebih lagi meningkatnya kecurigaan publik dan pemerinth Amerika terhadap orang-orang Arab dan Islam. Pengetatan keimigrasian dan pembatasan bisnis berakibat pulangnya duit Arab. Padahal dengan penarikan invesatasi dari negara-negara Arab terutama Saudi sudah pasti membuat krisis di Amerika.

Israel: Hidup Penuh Dengan Kecemasan

Sebagai mana diketahui, krisis di Amerika dan tingkat kepercayaan yang semakin menurun kepada pemerintahan Bush dan partainya, Republik. Sementara dikalangan partai Demokrat, Obama semakin melejit. Serangan roket Hamas masih saja terus terjadi dan Israel sebenar sudah sangat mampu mengatsinya mulai dari deteksi dini benda-benda yang membahayakan terbang di wilayah Israel sampai tembok pengaman hingga pembongkaran pemukiman di sekitar wilayah perbatasan dan membangun zona aman atau militerisasi di seluruh perbatasan. Sehingga tidak cukup alasan untuk menggempur Gaza terlebih lagi Israel dapat meminta negara Arab yang menjadi sahabatnya dan menekan Otoritas Palestina untuk memaksa Hammas menghentikan serangan roket.

Dilain pihak, akan halnya Amerika yang mengalami krisis, Israel pun menghadapi yang sama keambiguan sikap Israel untuk melanjutkan proses perdamaian dengan Palestina menyebabkan semakin banyak warga Israel tidak percaya kepada pemerintahannya. Masyarakat Isreal pun terpecah antara pro dan kontra perdamaian. Perdamaian yang pernah di gagas oleh Perdana Menteri sebelum Ehud Olmerk semakin tidak jelas dilain pihak keletihan warga Israel terutama Yahudi pro perdamaian dan yangmemiliki keturunan Arab atau memiliki saudara yang bermukim di negara-negara Arab semakin menguat. Dialin pihak jika perdamaian terjadi maka perhatian Amerika semakin berkurang kepada Israel. Padahal Yahudi di Amerika pun semakin menguat keinginan untuk perdamaian terlebih melihat dunia Arab semakin moderat terhadap Israel.

Masyarkat Yahudi internasional sudah pun banyak yang meninggalkan ideologi zionisme bahkan tidak lagi mau membesar-besarkan masalah holocaus bahkan ketika Iran di Teheran melaksanakan konfrensi internasional holocaus, para rabi Yahudi banyak yang sudah tak ambil pusing. Dunia Yahudi pun semakin melihat bangsa Arab semakin melunak dan semakin teruji untuk hidup normal bertetangga dengan negeri yang dihuni saudara Yahudi-nya. Dari mulai perjanjian Camp David dan tewasnya Anwar Sadat menjadi ujian nyata keinginan untuk berdamai selalu ada pun demikian ketika Yigal Amir menembak Perdana Menteri yang pro perdamaian. Saling menguji niat dan keinginan bertetangga rukun serta damai ini sangat merugikan politisi-politisi Israel penganut zionis dan phobia mungkin ditambah gengsi. Bagaimana tidak, kesediaan Mesir menandatangani perdamaian dengan Israel menyebakan ia dimusuhi negeri-negeri Arab dan Islam lainnya termasuk Saudi hingga Mesir harus dikucilkan negara pensupai dollarnya Saudi dan Teluk lainnya serta dipindahkannya markas besar Liga Arab dan Konfrensi Islam (OKI) dari Kairo, tentu pukulan menyakitkan bagi Mesir.

Sikap Mesir perlahan diikuti sejumlah negeri Arab lainnya, semakin berbaik hati kepada Israel. Sinai dikembalikan kepada Mesir dan Mesir tidak akan berperang melawan Israel. Wilayah Tepi Barat tidk akan dituntut Yordania tapi dijadikan wilayah Palestina. Yerussalem adalah Ibu Kota Palestina diturnkan menjadi Yerussalem Timur yang menjadi milik Palestina. Perdamaian dn pengakuan kedaulatan Isreal oleh Yasser Arafat dengan syarat Palestina berhak menjadi sebuah negara berdaulat di kemudian hari. Pembukaan hubungan terbatas yang dilakukan oleh negara-negara Arab kepada Israel. Demikian pula sejumlah perjanjian rahasia Suriah-Israel, dimana Suriah tidak mensuplai senjata kepada pihak yang melawan Israel dan seterusnya adalah kemurahan hati bangsa Arab. Bahkan ketika Saudi harus memediasi antara pemimpin Hamas dan Presiden (PLO) di Mekkah Al Murammah juga bermuara untuk menyelamatkan perdamaian dengan Israel. Kemurahan hati bangsa Arab selalu tidak diindahkan oleh politisi dan pemimpin Israel termasuk warganya yang pro perdamaian konon pula orang-orang Yahudi yang tersebar di negara-negara Arab yang jauh lebih senang hidup di negara Arab ketimbang Israel.

Bahkan dalam berkali-kali Konfrensi tingkat Tinggi Organisasi Negara-Negara Konfrensi Islam (KTT OKI), isu-isu mengenai Palestina sudah semakin ditinggalkan dengan pilihan berdamai dengan berbagai syarat tertentu semisal pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdaulat san seterusnya. KTT OKI lebih difokuskan dalam kerja sama pembangunan dan ekonomi. Lagi-lagi bagi pemerintah dan partai berkuasa di Israel berdamai akan membuat Israel menjadi lemah.

Ehud Olmert memang dari awal kepemimpiannya tidak menunjukkan sikap sebagaimana para pendahulunya brsedia untuk berdialog dan bedamai dengan Palestina. Keberanian Simon Perez untuk berdamai dengan Pelestina dan dunia Arab ingin di revisi oleh Olmert dan selama masa kekuasaannya terus dibiarkan mengambang hingga kemudian saat-saat akhir masa pemerintahannya sikap agrsif untuk mencari simpati dilakukan dengan menyerang Hamas di Gaza. Olmert sesungguh ingin menjadi orang yang sangat dipercaya karena memiliki sikap yang tegas dan mencuri simpati pemilih karena telah menyelamatkan warga Israel dari gempuran roket Hammas. Sikap yang diambilnya pun bukan tanpa perhitungan, Barack Hussain Obama, sebentar lagi diambil sumpah menjadi Presiden Amerika Serikat, Bapak asuh Israel yang baru.

Kecemasan masa depan Israel pun semakin menjelma, berhasil mengusir pengaruh Arab di Amerika tapi kecolongan atas kemenangan Obama. Situasi semacam ini mengelisahkan Israel sekalipun tak mungkin Presiden Amerika tidak memperhatikan Israel sebagai anak asuh sekaligus anak kesayangan namun adalah penting bagi Israel untuk menguji apakah sang bapak asuh masih sayang kepadanya. Pulangnya uang Arab sekaligus menandai lemahnya lobi Arab di Amerika dan menguatnya posisi Israel tapi terpilihnya Obama yang memang sudah diprediksi oleh Israel membuat pertandingan di liga Amerikanya satu sama dan sudah pasti menjadi keresahan tersendiri. Terlebih lagi ketika Obama barjanji negeri yang pertama yang akan ia datangi dan berpidato adalah negara berpenduduk muslim.


Negeri Dunia Bernama Amerika Serikat

Barack Hussain Obama, bukanlah muslim tapi latar belakang pembela publik dan HAM serta keinginan untuk merevisi kebijakan luar negeri Amerika termasuk perang di Irak dan Afganistan serta berdialog dengan nengara-negara yang selama Bush berkuasa dimusihinya menjadi semakin menguatkan kecemasan Israel. Bagi Israel menjadi sulit mengingat Obama memiliki latar belakang berbeda dengan Presiden Amerika sebelumnya. Obama yang Afro-Amerika dan mendapat simpati dunia tentu akan berpikir panjang untuk mengecewakan masyakat dunia yang lebih mencintai perdamaian dari pada mencari sebab untuk menggerakkan militernya. Berkaca pada pengalaman Presiden Bush yang menunjukkan American Muscle yang akhirnya bumerang buat Amerika dengan berkurangnya pengaruh Amerika di halaman depannya (Amerika Latin) dengan hadirnya armada Rusia tentu memaksa Obama akan berpikiran lain tentu Obama tidak akan mengulanginya.

Sistem demokrasi yang dipraktiikan di Amerika yang berumur ratusan tahun dengan pengalaman panjang menjadikan negeri ini sangat terbuka kepada siapapun. Persis pada masa Romawi, Amerika digerakkan dengan dan oleh siapa yang dapat meyakinkan politisi terutama senat dengan berbagai cara. Pembentukan opini publik melalui media massa, lobi-lobi politik dan bisnis kesemuanya dapat mengarahkan publik Amerika untuk bersikap yang kemudian disuarakan oleh DPR dan Senat dengan Presiden. Teknik ini acap kali di pakai oleh pelobi zionis.

Peledakan gedung WTC tidak saja memerosotkan tingkat kepercayaan publik Amerika terhadap dunia Arab tapi juga negeri-negeri Islam. Dibelahan negara-negara berpenduduk Islam merayakan terbakarnya simbol kekuatan ekonomi Amerika tersebut padahal memilukan buat rakyat Amerika dan sangat menyakitkan adalah pelakunya berasal dari Timur Tengah, Muslim dan sebagian besar dari sekutu Islam Amerika yakni Saudi dan Pakistan. Publik Amerika pun tidak mencela kalau Senat dan DPR Amerika mensahkan penggunaan ratusan milyar dollar untuk biaya erang melawan teroris.

Lagi-lagi Israel mengeruk keuntungan yang berlipat ganda dengan menaikkan tensi kemarahan pemimpin negara-negara Islam terutama Arab. Israel dengan handal memainkan peran seolah negara-negara Arab dan Islam bukan teman yang baik bagi Amerika. Dengan tepatpun diarahkan operasi pemberantasan teroris dilakukan di Irak negara dan Afganistan. Dua negara yang memiliki arti strategis untuk mengepung Iran yang mampu bertahan atas embargo. Sekaligus menghancurkan Irak yang memiliki cadangan senjata terbesar di Timur Tengah peninggalan perang melawan Iran. Demikian pula, melaui Afganistan Amerika mampu mengontrol Asia Tengah yang kaya migas dan setiap saat siap mempengaruhi negara-negara itu untuk menghilangkan pengaruh Rusia.

Politik Amerika sebenarnya adalah melindungi kepentingannya di seluruh dunia dan selama kepentingan Amerika dan warganya tidak terganggu Amerika Serikat tidak akan pernah reaktif. Namun, selalu ada saja alasan untuk membuat kepentingan Amerika Serikat terganggu yang mengharuskan polisi dunia ini bergerak. Dalam kasus penyerbuan ke Somalia dengan cepat Amerika menarik diri karena memang kepentingan Amerika hampir tidak ada sama sekali.

Israel Tak Ingin Berpisah Dengan Amerika

Perubahan politik dunia dengan mlemahnya Rusia, menguatnya Cina dan India menjadi penting bagi Israel untuk tetap kuat dan dibackingi oleh Amerika. Adalah tidak mungkin bagi Israel untuk bertahan hidup ditengah bangsa Arab tanpa bantuan kekuatan luar terutama Amerika. Munculnya kekuatan baru dunia tentu memudahkan dalam pengembangan militer tanpa harus membeli persenjataan dari Eropa, Rusia dan Amerika. Karenanya, Israel tak hendak sendiri di Timur Tengah ditengah kompetitornya, Iran dan Suriah. Kehadiran tentara Amerika di Irak membuat lega Israel dan memang apa pun caranya tentara dri sang bapak asuh harus hadir di fron terdepan.

Kecemasan ini lagi-lagi membuat Israel harus selalu terlihat satu kepentingan dengan Amerika. Isreal membela kepentingan Amerika dan Amerika membela kepentingan Israel. Apa yang terjadi bila lobi Arab mengungguli Israel di Amerika? Maka dipastikan Israel akan sendiri bersama tetangga Arabnya yang telah pula disakitinya. Selain itu, Isarael pun harus pandai memainkan peran sebagai sosok penting bagi Amerika di Timur Tengah.

Aksi militer Israel di Gaza memperlihatkan sebauah fait a comply yang indah terhadap Amerika yanga sedang berubah. Akibat penyerbuan itu tidak saja Israel di protes semua negeri berpenduduk muslim tidak hanya membakar bendera Israel tapi bendera Amerika Serikat mengepung kedutaan Amerika Serikat memaki-maki Amerika Serikat. Israel tahu betul cara menggiring Amerika juga ikut bertanggung jawab atas tindakannya dan memaksa negeri Paman Sam berada di pihaknya. Petinggi Israelpun tahu betul bagaimana membakar emosi pemimpin negara-negara muslim serta penduduk muslimnya untuk ikut memusuhi Amerika.

Teknik menyeret Amerika Serikat ini sering dipakai oleh Israel, peristiwa penembakan kapal perang Amerika Serikat di lepas pantai Lebanon oleh pesawat tempur Israel yang kemudian oleh intelejen Israel, Mossad dibuat seolah-olah dilakukan oleh kelompok perlawanan anti Israel di Lebanon yang dimotori Suriah menyebabkan Amerika mengirim tentranya berperang di Lebanon tahun 1980-an masih bisa dipakai. Demikain juga, menyerbu Gaza membakar kemarahan umt muslim diberbagai belahan dunia dan negara-negara berpenduduk muslim tentu memaksa Amerika untuk dengan tegas berada di pihak mana.

Radikalisme di negara-negara berpenduduk muslim tentu akan bangkit untuk berjihad tentu tidak hanya kepada Israel tapi juga kepada Amerika padahal aura perubahan melanda telah Amerika. Sebuah pilihan sulit buat Obama dan kenyataan sulit seperti ini membuat langkah negara-negara Islam yang berpolitik moderat menjadi semakin payah. Padahal Hammas pun telah diyakinkan oleh Raja Saudi untuk tidak bertindak mendahului otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmud Abbas dalam pertemuan di Mekkah dan sikap moderat jauh lebih baik.

Dalam siatuasi seperti ini adalah sulit bagi Obama dengan agenda perubahannya bila Amerika selalu dipetakan sama dengan Israel dan terus disasar sebagai pihak yang harus ikut bertanggung jawab atas tindakan Israel. Kita akan lihat apakah Obama mengunjungi negeri berpenduduk muslim yang pertama atau tidak sebagaimana janjinya? Jika tidak Israel berhasil menggiring sang Bapak Asuh untuk tetap menaruh perhatian yang utama kepadanya.


Waspadai Kemarahan Kita?

Hari ini bukan hari-hari yang tepat untuk marah dan emosi, kemarahan umat Islam hari ini harus diganti dengan kemarahan yang tepat. Kita semua memang marah kepada Israel atas tindakan militer berlebihannya namun ada baiknya selipkan juga kecerdasan diantara kemarahan itu.

Bukankah Israel negara yang selalu bergantung pada bapak asuhnya. Mengapa tidak rantai dengan bapak asuhnya yang diputus? Adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa Amerika adalah penguasa dunia pun akhirnya meyakinkan penguasa dunia menjadi penting.


Hal ini mengingatkan kita kepada apa yang tertulis dalam Al Qur’an dalam Surah Ar Ruum, kalau dibaca terjemahannya: ayat ke-2. Telah dikalahkan bangsa Romawi, 3. di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, 4. dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang beriman, 5. karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Ayat tersebut bercerita tentang kekalahan Bangsa Romawi melawan Persia yang bertetangga dengan zona pemisah (buffer state) kekuasaan kedua negara itu adalah semenanjung Arabia. Kekalahan Romawi membuat umat Islam cemas mengingat Persia yang sangat militeristik dan kejam dikhawatirkan terjadi pembunuhan masal. Namun, ketika Romawi menang umat Islam menjadi gembira dan memetik keuntungan dengam dengan runtuhnya Persia dan ditaklukkan oleh Islam. Pun pada masa Nabi Muhammad SAW ketika awal penyebaran Islam, utusan nabi yang dikirim ke Persia di bunuh sedangkan utusan nabi ke Romawi dihormati. Sebagai rasa hormatnya kepada nabi, kaisar Romawi menghadiahkan seorang wanita untuk diperistri oleh nabi.

Kedekatan dengan Romawi yang memiliki akar historis ini, memiliki arti penting dalam relasi politik moderen yang menempatkan negara-negara berpenduduk muslim lebih dekat kepada Amerika ketimbang Uni Soviet pada masa perang dingin. Reinkarnasi Romawi kalau kita sebut negara-negara barat dalam hal ini Amerika tentu bukan tanpa alasan. Sebagai negara dunia, Amerika dengan sistem demokrasi memungkinkan negara mana saja untuk mempengaruhi kebijakan Amerika. Namun, peluang untuk mempengaruhi kebijakan Amerika selalu mendapat tentangan oleh Israel. Oleh karena itu, ada baiknya perlu untuk dipertimbangkan untuk memecah hubungan tidak sehat Amerika-Israel karena Amerika selalu dimanfaatkan dan dirugikan oleh Israel.

Keberanian Saudi dan negara-negara Arab moderat lainnya yang mendekati Amerika langsung ke jantung kekuasaannya perlu tetap didukung biar bagaimanapun juga adalah fakta Amerika penguasa dunia yang mau tidak mau harus dipengaruhi untuk tidak dikadali Israel. Pun sikap kritis tetap perlu untuk tidak tunduk dibawh tekanan Amerika yang terkadang selalu ambigu dan berstandar ganda. Obama telah menjadi pemimpin dunia, pernah pula tinggal di Jakarta, bisakah Indonesia meyakinkan Amerika bahwa terorisme, radikalisme dan kebencian atas Amerika adalah sesuatu yang temporal dan emosional yang tak perlu merusak hubungan strategis di masa datang. Amerika pun tidak pernah bersikap bermusuhan dengan Turki yang dikuasai Partai Islam apalagi Banglades, Pakistan, Malaysia, dan banyak negara lain. Kiranya standar ganda yang selalu dipakai oleh Amerika guna menyelamatkan kepentingannya di dunia adalah peluang untuk digunakan agar Amerika juga bertandar ganda kepada Israel. Jadilah orang yang tidak reaktif apalagi radikal sekaligus tidak lemah karena sebaik-baik urusan adalah yang ditengah-tengah. (halim-12/01/09)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar