Jumat, 30 Januari 2009

Pengangkatan Anak (Bagian I)

Dalam sistem hukum positif di Indonesia mengenai pengangkatan anak diatur dalam sekurangnya 3 peratauan perundang-undangan. Pengatauran ini, meliputi fungsi perlindungan anak, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. UU Perlindungan Anak bisa dikatakan sangat protektif dalam hal pengangkatan anak, hal ini dimaklumi karena Indonesia salah satu negara dengan perdagangan manusia yang besar di Asia dalam hal ini perdagangan anak. Namun, yang paling penting di ingat adalah perintah dari UUD 1945, yang menyatakan; 'fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara'. Maksudnya, bukan dipelihara harus tetep ada...;-D...tapi menjadi tanggung jawab negara (pemerintah) yang kemudian diimplementasikan dalam kebijakan negara serta pembagian peran dalam pelaksanaannya.

UU No. 23 ini, terdiri dari 93 pasal, mengatur berbagai hal diantaranya; pengasuhan dan pengangkatan anak termasuk didalamnya pengangakatan anak antar WNI dan pengangkatan anak oleh WNA serta pengankatan anak WNA oleh WNI, perlindungan anak, peran serta masyarakat dan diadakannya Komisi Perlindungan Anak serta ketentuan-ketentuan pidananya. Demikian pula diatur mengenai hak dan kewajiban anak yang salah satunya harus patuh kepada oang tua, selain itu perwalian juga diatur dan seterusnya termasuk perlindungan agama dan kepercayaan anak.

Untuk mengimplemantasikan perlindungan anak dalam proses pengankatan anak serta perlindungannya tadi, maka sesuai perintah UU tersebut diatas diimperatifkan untuk diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

PP yang mengatur proses dan persyaratan dalam pengangkatan anak adalah Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Pengaturan proses dalam pengangkatan anak, serta syarat-syarat orang tua angkat dan calon anak angkat, proses atau prosedur pengakatan anak serta jenis pengangkatan anak (secara adat atau hukum (penetapan pengadilan)).

Dan, terkahir adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. UU Pengadilan Agama penting apabila dalam pengakatan anak itu adalah anak-anak beragama Islam demikian pula sang calon orang tua angkat beragama Islam.

Baik UU Perlindungan Anak dan PP No. 45/2007 sangat menekankan unsur keyakinan atau agama baik si anak atau orang tua sehingga ini yang kemudian mengubah konsepsi Peradilan Agama untuk juga memiliki kewenangan dalam pengangkatan anak. Hal ini juga penting mengingat dalam sistem hukum Islam berbeda dengan hukum lain, semisal pengangkatan anak tidak memutuskan nasab (garis darah) anak dengan orang tua kandung (biologisnya). Kemudian anak angkat bukanlah salah satu dari ahli yang ditetapkan dalam sistem hukum waris Islam.

Disinilah uniknya hukum Islam, anak adalah hanya anak kandung (yang memiliki struktur DNA yang sama dengan Orang tuanya) sedang anak angkat tidak. Kosekuensinya tidak dapat dijadikan nasab dari si orang tua angkat (X bin Y). Bayangkan, bila anak angkat bisa memutus nasab, maka akan banyak terjadi perkawinan insest karena si anak angkat tidak tahu kalau yang menjadi lawannya itu...adik atau kakak kandungnya sendiri.
Jadi jika anda berminat menjadi orang tua angkat coba lihat pengaturannya pada UU Perlindungan Anak, PP No. 54/2007 dan bila ingin melakukan pengangkatan anak secara agama terutama Islam, silahkan buka-buka UU PA. .(lim,30/01/09)

1 komentar:

  1. Apakah anak yang tidak terlantar maupun tidak diterlantarkan dapat dijadikan anak angkat ?

    BalasHapus