Rabu, 07 Januari 2009

Melindungi HAKI Menyelamatkan Peradaban

Sejak awal dikeluarkannya Undang-undang tentang HAKI atau yang kita kenal sehari-hari Himpunan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual yang terdiri dari: 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, 5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, dan 6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, menimbulkan pro dan kontra mengingat kuatnya pemikiran yang menganggap hasil oleh pikir berupa ciptaan atau penemuan itu akan menjadi komersil semata. Kekhawatiran berikutnya adalah tetutupnya akses untuk melaukan pembelajaran akibat ketatnya proteksi HAKI. Selanjutnya, toh dengan perlindungan itu tadi belum tentu menjamin pencipta (creator) dan penemu (inventor) akan terpenuhi kesejahteraannya tentunya yang paling diuntungkan adalah industri yang memperbanyak dan memasarkan ciptaan dan temuan tersebut.

Melihat realita yang terjadi selama ini, hal itu bukanlah isapan jempol semata, mengingat dalam banyak hal salah satunya pencipta lagu seringkali terabaikan hak-haknya atau lebih luganya haknya untuk menikmati nilai ekonomis dari ciptaannya. Banyak para pengarang, pengubah dan atau penulis lagu hidup dalam kemiskinan tanpa merasakan nilai ekonomis atas ciptaannya yang dikonsumsi publik. Kita bisa melihat banyak pengarang lagu-lagu wajib nasional hidup dalam keadaan miskin yang ketika hari tuanya tidak mendapatkan kompensasi yang layak selain Piagam Penghargaan padahal ciptaannya telah melanglang buana dan ditetapkan sebagai lagu yang harus diketahui warga negara (citizen). Demikian pula, ciptaan-ciptaan dan temuan-temuan lain yang hampir semua para pencipta dan penemuanya nyaris menderita di hari tuanya.

Padahal untuk mencipta suatu ciptaan membutuhkan tenaga dan pikiran serta momentum yang pas atau tepat dan memadukan ketiga pra konsisi ini bukanlah suatu hal yang mudah. Untuk mencipta, seorang pencipta membutuhkan konsentrasi, penelitian, waktu yang tepat untuk melahirkan ide-ide briliyan, proses kritik dan di kritik dan seterusnya. Demikian pula dalam hal penemuan (invension), untuk menemukan membutuhkan biaya, waktu, proses, uji coba dan seterusnya. Kesemuanya tentunya tidak dapat di nilai dengan materi terlebih lagi dalam karya-karya seni, termasuk seni-seni yang merupakan hasil dari adaptasi dengan teknologi, semisal software, disain moderen atas suatu produk dan lain-lain.

Dilain pihak, para pebisnis yang tentunya tidak taat kepada hukum atau awam hukum tidak dengan serius memikirkan jerih payah para pencipta dan penemu, dengan latar mencari keuntungan ekonomis menggandakan, mencuri dan mengklaim sebagai ciptaan atau temuannya. Akibatnya, nilai ekonomis tidak dinikmati oleh pencipta dan penemu, nilai ekonomis jatuh pada para pembajak dan pedagang yang tidak peduli HAKI.

Efek domino yang dilahirkan kemudian adalah hilangnya kesempatan para pencipta dan penemu untuk menikmati nilai ekonomis yang melekat pada ciptaan dan temuannya. Seterusnya, kerugian pun susul-menyusul, yakni: 1. hilangnya pemasukan negara dari pajak pendapatan dan pertambahan nilai, serta pajak-pajak lain yang mengikutinya, 2. tidak terbangunnya suatu industri yang kapitalisasi hasil temuan dan ciptaan yang kemuadian menciptakan lapangan pekerjaan serta membantu pertumbuhan ekonomi, 3. mematikan kreasi para pencipta dan penemu serta iktikat untuk menemukan serta mencipta (chilling effect), dan 4. mematikan pendapataan negara yang akibat tidak tumbuhnya perekonomian.

Jika kita bandingkan dengan penerapan HAKI diberbagai negara maka Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa merupakan pasar dengan dengan end user atau konsumen yang sangat besar atau terbesar ke 4 di dunia. Bisa dibayangkan sebuah lagu yang kemudian diperbanyak dengan Compact Disk seharga 10 ribu rupiah di beli 1 juta orang maka 10 milyar rupiah dapat menghidupi dengan layak para pencipta, menumbuhkan industri rekaman, industri kreatif dan desaian produk, menyerap tenaga kerja, mengenjot pendapatan pajak, menumbuhkan industri kreatif lain, dn seterusnya. Artinya, peradaban pun dimulai. Prasyatnya cukup sederhana terlindunginya HAKI melalui penegakan hukum yang serius.

Dilain pihak, para calon pencipta dan penemu tentu akan bermunculan mengikuti kesuksesan pendahulunya. Selanjutnya, bila pun terjadi penyalagunaan, penyimpangan atau tindakan yang merugikan penemu dan pencipta dapat dengan mudah ditindak karena perlindungan hukumnya baik.

Karenanya, sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak melindungi HAKI dari pencari keuntungan sepihak yang jelas memutus mata rantai kreatifitas dan menjadikan negara ini makmur. Sejauh ini pun, Undang-Undang Tentang Hak Asasi menjamin hak-hak ekonomi, termasuk konvensi EKOSOB yang telah diratifikasi. Dilain pihak kemampuan aparatur penegak hukum termasuk advokat sangat penting untuk aktif dalam membantu menegakkan perlidungan HAKI. (Kie Chang Liem, 08/01/09)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar